Di beberapa daerah lain, upacara larung saji ini lebih sering dilaksanakan pada tanggal Satu Suro yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram tahun baru Hijriah.
Pelaksanaan ritual ini menjadi salah satu dari sekian banyak ritual yang dilakukan masyarakat Jawa dalam rangka memperingati datangnya tahun baru Hijriah.
Inti dari upacara larung saji ini adalah melarungkan atau menghanyutkan sesaji yang terbuat dari bahan-bahan hasil bumi masyarakat sekitar. Pada umumnya, sesaji yang akan dilarungkan berupa Tumpeng Agung atau tumpeng berukuran besar setinggi 1 hingga 1,5 meter yang terbuat dari beras putih atau beras merah. Tumpeng ini kemudian dihias dan dilengkapi dengan berbagai jenis buah dan sayuran serta hasil bumi masyarakat sekitar seperti pepaya, pisang, kacang panjang, ketela dan berbagai hasil bumi lainnya. Sesaji tersebut diatur dan ditata diatas anyaman bambu yang nantinya akan dilarungkan ke laut. Selain sesaji dalam bentuk makanan dan hasil bumi, sering juga disertakan kelengkapan ritual lainnya berupa kepala sapi.
Ritual ini dimulai dengan melakukan selamatan yang dipimpin oleh para sesepuh desa. Setelah itu, sesaji tersebut akan diarak dari tempat sesaji menuju ke pinggir laut. Sesampainya dipinggir laut, sesaji tersebut akan diserahkan kepada sekelompok nelayan yang bertugas melarungkan sesaji tersebut. Sesaji ini diletakkan diatas perahu, kemudian dibawa hingga ke tengah laut sebelum akhirnya dilepaskan dan dibawa oleh ombak menuju samudra luas.
Saat ini ritual larung saji bukan hanya menjadi sebuah tradisi belaka, melainkan juga telah menjadi daya tarik wisata tersendiri. Setiap tahunnya, prosesi larung saji mampu menarik ratusan wisatawan baik yang berasal dari daerah sekitar hingga wisatawan yang berasal dari luar negeri sehingga tidak heran bila pemerintah daerah setempat seperti di daerah Blitar,
menjadikan ritual larung saji ini sebagai salah satu agenda tahunan yang akan dihadiri oleh Bupati dan segenap pimpinan daerah.
sumber :https://www.nyonyamelly.com/blogs/news/ritual-larung-saji-masyarakat-jawa
Pelaksanaan ritual ini menjadi salah satu dari sekian banyak ritual yang dilakukan masyarakat Jawa dalam rangka memperingati datangnya tahun baru Hijriah.
Inti dari upacara larung saji ini adalah melarungkan atau menghanyutkan sesaji yang terbuat dari bahan-bahan hasil bumi masyarakat sekitar. Pada umumnya, sesaji yang akan dilarungkan berupa Tumpeng Agung atau tumpeng berukuran besar setinggi 1 hingga 1,5 meter yang terbuat dari beras putih atau beras merah. Tumpeng ini kemudian dihias dan dilengkapi dengan berbagai jenis buah dan sayuran serta hasil bumi masyarakat sekitar seperti pepaya, pisang, kacang panjang, ketela dan berbagai hasil bumi lainnya. Sesaji tersebut diatur dan ditata diatas anyaman bambu yang nantinya akan dilarungkan ke laut. Selain sesaji dalam bentuk makanan dan hasil bumi, sering juga disertakan kelengkapan ritual lainnya berupa kepala sapi.
Ritual ini dimulai dengan melakukan selamatan yang dipimpin oleh para sesepuh desa. Setelah itu, sesaji tersebut akan diarak dari tempat sesaji menuju ke pinggir laut. Sesampainya dipinggir laut, sesaji tersebut akan diserahkan kepada sekelompok nelayan yang bertugas melarungkan sesaji tersebut. Sesaji ini diletakkan diatas perahu, kemudian dibawa hingga ke tengah laut sebelum akhirnya dilepaskan dan dibawa oleh ombak menuju samudra luas.
Saat ini ritual larung saji bukan hanya menjadi sebuah tradisi belaka, melainkan juga telah menjadi daya tarik wisata tersendiri. Setiap tahunnya, prosesi larung saji mampu menarik ratusan wisatawan baik yang berasal dari daerah sekitar hingga wisatawan yang berasal dari luar negeri sehingga tidak heran bila pemerintah daerah setempat seperti di daerah Blitar,
menjadikan ritual larung saji ini sebagai salah satu agenda tahunan yang akan dihadiri oleh Bupati dan segenap pimpinan daerah.
sumber :https://www.nyonyamelly.com/blogs/news/ritual-larung-saji-masyarakat-jawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar